Rabu, 2009 April 15
Apakah arti dien?
*Dienul Islam*
*Ad-Din* menurut bahasa, memiliki beberapa arti. Hal pertama yang perlu
digarisbawahi adalah penerjemahan kata *ad-dîn *dengan *agama, *memang
benar, salah satu maknanya adalah agama, tetapi tidak semua kata
*ad-dîn *berarti
*agama*. Firman-Nya *“Mâlik yaum addîn”*tidak diterjemjahkan dengan “*Pemilik
hari agama*”, tetapi “*Pemilik hari pembalasan*”. Makna kata *Dîn *yang
lain adalah ketaatan
(Sumber : Shihab, M. Quraish. Ayat -Ayat Fitna : Sekelumit Keadaban Islam di
Tengah Purbasangka, Tangerang : Lentera Hati, 2008)
Arti dari *ad-din* adalah (dalam konteks Dinul Islam) :
- Ajaran untuk mengatur kehidupan, dan mempunyai cara - cara tertentu.
- Undang - undang, konstitusi untuk mengatur kehidupan manusia.
Islam artinya tunduk, patuh, menyerah (kepada aturan Allah dan Rasul-Nya).
Al Islam, Islam adalah : Menampakkan ketundukan, patuh dan memperlihatkan
syari’ah, juga ltijam (selalu berpegang teguh), pada syari'at.
Apabila dikatakan: ”Si Fulan Muslim”, maksudnya adalah muslim yang
menyerahkan segala urusannya hanya pada Allah semata.dan Ikhlas lillahi
ta’ala semata.
Contoh kata: ”*sallama Assyaia lifulaanin*”, maksudnya “Ia menyerahkan
perihal itu kepada seseorang”, maksudnya adalah ia telah mengikhlaskan apa
yang diberikannya itu pada si Fulan tadi.
Jadi, pengertian Dienul Islam adalah : Sistem dan undang - undang hidup yang
berasaskan dua hal :
1. Ketundukan dan ketaatan secara mutlak kepada Allah dan Rasul-Nya dengan
mengamalkan seluruh syariat-Nya dan Sunnahnya.
2. Berlepas diri dari kemusyrikan, dari orang - orang musyrik berikut tata
cara
kehidupannya.
*Ad-Din* ada dua :
A. Dienullah : *ad-din* yang turun dari Allah SWT.
B. Diennas : Aturan yang berasal dari pemikiran manusia; contoh: sistem
komunis, demokrasi, kerajaan (monarki), oligarki dll.
Dinul Islam memiliki dua pokok :
1. Aqidah
2. Syariat
Syari’at menurut bahasanya orang Arab adalah :” Jalan timbulnya air”, dimana
disana tempat manusia minum dan menimba air darinya. Jadi, pengertian
syari’at ini sangat sesuai dengan bahasa, karena sudah kita lihat dalam
nash-nash bangsa arab, bahwasanya apabila si Fulan MUSLIM, berarti ia
ikhlas, dan tunduk, ridha dengan hukum Allah, dan iltijam (kuat kemauannya)
untuk menegakkan syari’at, sementara syari’at itu mencakup ketauhidan dan
segala hukum-hukum (Allah)
Untuk memudahkan, ada tujuh jenis syariat.
1. Syariat yang mengatur *ubudiyah* (ibadah), contoh ; tata cara shalat,
tata cara puasa, tata cara zakat, haji, dzikir, berdoa dst.
2. Syariat yang mengatur *munakahah* (pernikahan dan keluarga), contoh; cara
melamar, akad nikah, walimah, kewajiban suami, kewajiban istri, hak suami,
hak istri, kewajiban orangtua, dst
3. Syariat yang mengatur *jinayah* (hukum kejahatan), kriminalitas. Hukum
mencuri, hukum minum khamr, hukum berzina, membunuh muslim, membunuh kafir
dll
4. Syariat yang mengatur *muamalah* (perniagaan / ekonomi). contoh;
jual-beli, berserikat, tidak boleh riba, dilarang melebihkan atau
mengurangi takaran dll
5. Syariat yang mengatur *ahlak* / adab. misal; adab manusia kepada Allah,
manusia kepada manusia, *ahlak* terhadap orangtua, guru, rakyat dst.
6. Syariat yang mengatur *siyasah* (politik), contoh; tidak boleh menipu,
harus jujur, kalau berjanji harus ditepati, tidak boleh mengangkat wanita
sebagai pemimpin, tidak boleh
mengangkat orang kafir sebagai pemimpin, mengangkat khalifah dll.
7. Syariat yang mengatur *asykari* (angkatan perang). contoh; membentuk
pasukan, kewajiban jihad, tata cara berperang, larangan dalam berperang
dll.
Kita sering mendengar kaedah :”*Al Islam Ya’lu, wala Yu’laa ‘alaihi*”
maksudnya adalah : Islam itu tinggi, tidak ada yang lebih tinggi dari Islam.
Pada prakteknya keempat madzhab fiqih mengambil kaedah ini sebagai sebab
untuk hukum-hukum syari'at.
Berikut ini rujukan dari Abu A’la Maududi untuk pembanding tema *ad-din* dan
syariah :
Ketika membahas mengenai Islam, kita sering mendengar dan menggunakan dua
kata berikut: *din *dan *syari’ah*.
Namun sangat sedikit yang memahami makna yang benar dari kedua kata
tersebut. Bukan hanya orang buta huruf, bahkan yang cukup terpelajar dan
sarjana – sarjana agama pun tidak benar – benar menyadari perbedaan penting
antara konsep *din* dan *syariah*. Disebabkan ketidaktahuan ini, *din* dan *
syariah* sering dirancukan dengan lainnya, sampai – sampai membikin tidak
enak badan.
*Makna Din*
* *
Kata “din” digunakan untuk beberapa arti.
Makna yang *pertama* adalah kedaulatan, kekuasaan, kerajaan, kekaisaran atau
kepenguasaan.
Makna yang *kedua* adalah lawannya, yaitu ketundukan, kepatuhan, pengabdian
dan pelayanan.
Sedangkan makna yang *ketiga* adalah mempertimbangkan, menghakimi, memberi
pahala atau hukuman atas suatu perbuatan. Penggunaan ketiga makna
*din*tersebut dapat ditemukan dalam Al-Quran.
“*Sesungguhnya din (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam*.” (QS. Ali
Imran [3]: 19)
Di sini *din* berarti *way of life* (falsafah hidup), di mana kita hanya
mengenal Allah semata sebagai pemilik segala kekuasaan dan keagungan dan
ketundukan kita kepada-Nya. Kita tidak boleh menundukkan diri kepada siapa
pun selain kepada-Nya. Kita harus menganggap bahwa hanya Allah saja sebagai
Tuan, Raja dan Baginda, serta kita tidak boleh menjadi abdi dan mengabdi
kepada siapa pun selain Dia. Kita harus menganggap hanya Allah raja yang
memberikan pahala dan hukuman. Kita tidak mengharapkan pahala atau takut
atas siksaan, selain pahala dan siksaan-Nya. Islam adalah nama dari *Din*ini.
*Din *yang salah muncul saat kita menganggap kekuasaan yang sesungguhnya
adalah milik seseorang di samping Allah, saat kita menjadikan seseorang
sebagai penguasa dan tuan selain Allah, sebagai ‘pemberi’ pahala dan siksa
yang sesungguhnya, saat kita menundukkan kepala untuk merendahkan hati
kepadanya, saat kita menjadi abdinya dan mematuhi segala perintahnya, saat
kita mengharap imbalan dan hukumannya lebih dari Allah. Jenis *din *yang ini
tidak diterima Allah karena bertentangan dengan yang sebenarnya.
Tidak ada mahluk di dunia ini kecuali Tuhan yang memiliki kekuasaan dan
kekuatan, juga kerajaan dan kekaisaran. Kita tidak diciptakan untuk mengabdi
dan melayani seseorang atau apa pun. Tidak ada juga mahluk lain kecuali
Tuhan yang memiliki hak untuk memberikan pahala atau hukuman. Di beberapa
ayat Al-Quran dijelaskan pada QS. Ali Imran [3]: 85
Dengan demikian, siapa pun yang mengabaikan kedaulatan dan kekuasaan Tuhan,
mengakui orang lain sebagai tuan dan penguasa, menjadi pengabdi dan
pelayannya, dan menganggap seseorang memiliki hak memberikan pahala atau
siksa, jelas *din * dan kepemimpinannya tidak akan diterima Allah [QS.
Al-Bayyinah [98]: 5] ket: *Lurus* berarti jauh dari syirik (mempersekutukan
Allah) dan jauh dari kesesatan.
Tuhan tidak menciptakan manusia untuk mengabdi kepada selain diri-Nya. Oleh
karena itu wajib bagi manusia untuk mencampakkan tuhan – tuhan palsu dan
mengingkari mereka, meninggalkan *din* yang lain, untuk menyembah Allah
semata. Manusia harus mencurahkan diri semata – mata untuk mengabdi dan
bertanggung jawab kepada-Nya. [QS. Ali Imran [3] : 83] bagaimana manusia
bisa cenderung menghamba dan mematuhi yang lain selain Tuhan, sementara
segala sesuatu yang lain, baik di langit maupun di bumi, menjadi abdi dan
hamba yang patuh kepada Tuhan semata, dan mempertanggungjawabkan perbuatan
mereka hanya kepada Tuhan?
Apakah manusia ingin menggunakan cara-cara yang menyimpang bagi dirinya,
berbagai bentuk eksistensi yang independen dan otonom, dengan menentang
hukum alam? (QS. At-Taubah [9]: 33)
Allah telah mengirimkan Rasul-Nya dengan membawa *din* yang benar dengan
tujuan mengakhiri kekuasaan semua tuhan – tuhan palsu dan mengkaruniai kita
kebebasan yang luas sehingga kita menjadi abdi hanya bagi Tuhan semesta
alam, betapa pun para penyembah tuhan – tuhan lain tidak suka atau bahkan
menentangnya.
(QS. Al-Anfal [8] : 39)
Pesan yang terkandung dalam ayat ini jelas. Kita harus berperang sampai
kekuasaan segala mahluk selain kekuasaan Tuhan berakhir, sampai hanya hukum
dan peraturan – peraturan Tuhan yang berlaku di dunia ini, sampai hanya
kedaulatan Tuhan semata yang diakui, sampai kita mengabdi hanya kepada-Nya.
Dengan demikian, tiga makna *din* adalah:
1. Mengakui Allah sebagai Tuhan, Raja dan Penguasa.
2. Mematuhi dan mengabdi kepada-Nya
3. Bertanggung-jawab kepada-Nya, hanya takut kepada siksa-Nya dan hanya
mengharap pahala dari-Nya.
*Din* juga mencakup kepatuhan kepada Rasulullah. Karena ajaran – ajaran
Tuhan disampaikan kepada umat manusia melalui kitab – kitab suci-Nya dan
para Rasul-Nya. (QS. Al-A’raf [7]: 35)
Tidak seorang pun yang menerima ajaran – ajaran Allah secara langsung
(pelaku tasawuf ada yang berani mengaku demikian!). Siapa pun yang mengakui
Allah sebagai penguasa hanya dapat diterima sebagai patuh kepada-Nya jika
dia mematuhi para Rasul-Nya dan hidup di bawah tuntunan yang disampaikan
melalui mereka.
*Makna Syariah*
Arti “syari’ah” adalah jalan dan cara. Kita memasuki *din* jika kita
menerima Tuhan sebagai Raja kita, hidup untuk mengabdi kepada-Nya,
menganggap bahwa Rasul memegang otoritas atas nama Tuhan, mengakui bahwa
Kitab Suci diturunkan dari-Nya. Cara – cara yang dengannya kita harus
mengabdi kepada Tuhan dan jalan yang harus kita lalui untuk mematuhi-Nya
disebut “syari’ah”.
“Cara” atau “jalan” ini disampaikan oleh Tuhan kepada umat manusia melalui
Rasul-Nya. Rasul lah yang menuntun kita bagaimana menyembah Tuhan. Bagaimana
membuat tubuh dan hati kita bersih, apa itu kebenaran dan kebaikan, bagimana
memenuhi hak, bagaimana melakukan transaksi dan berhubungan dengan sesama
manusia, bagaimana mengarahkan hidup dan lain – lain.
*Dasar – dasar perbedaan*
Perbedaan pokok antara *din* dan *syari’ah* adalah: sementara *din* sejak
dulunya sama dan satu, sedangkan syariah beragam. Ada perubahan atau
pencabutan pada *syar’ia*h terkemudian terhadap *syari’ah* terdahulu, namun
tidak mengubah *din*-Nya. *Din* Nabi Nuh sama dengan *din* Nabi Ibrahim
a.s., Nabi Musa a.s. Nabi Isa a.s., Syu’ain a.s., Hud a.s., Shalih a.s. dan
Muhammad saw. Tetapi *syari’ah* yang diturunkan kepada mereka (bisa saja)
berlainan satu dengan yang lain.
(Sumber : al-Maududi, Abul A’la . Let Us Be Muslims / Menjadi Muslim Sejati,
Jogjakarta : Mitra Pustaka, 1998)
Sesuatu disebut dien (agama, apabila memenuhi setidaknya empat unsur :
1. Ada satu atau lebih yang ditaati, dipatuhi, ditakuti dan atau
dicintai
2. Ada ketaatan, kepatuhan bagi pemeluknya kepada yang ditaati,
dipatuhi, ditakuti dan atau dicintai
3. Ada kegiatan – kegiatan / aktivitas dari pemeluknya yang tata
caranya diserahkan kepada yang ditaati, dipatuhi, ditakuti dan atau
dicintai.
4. Ada balasan dari yang ditaati, dipatuhi, ditakuti dan atau dicintai
kepada para pengikutnya.
Contoh Dienul Islam:
1. Yang ditaati, dipatuhi, ditakuti dan dicintai hanyalah Allah SWT
2. Ada ketaatan, kepatuhan kepada Allah karena adanya nikmat Iman dan
Islam.
3. Ada kegiatan – kegiatan / aktivitas dari pemeluknya yang tata
caranya diserahkan kepada yang ditaati, dipatuhi, ditakuti dan atau
dicintai. Yang bersumber Al-Quran dan as-sunnah. Yakni kegiatan ibadah dalam
arti khusus dan dalam arti luas
4. Ada balasan baik disegerakan, maupun diakhirkan dari Allah SWT
kepada umatnya.
Contoh Demokrasi sebagai din buatan manusia:
1. Mereka yang memperoleh suara terbanyak maka dijadikan sesembahan.
Sebagaimana Nasrani menjadikan orang-orang alim dan pendetanya sebagai
sesembahan selain Allah (Tafsir QS At-Taubah : 31).
2. Adanya ketaatan dan kepatuhan dalam menjadikan hukum buatan manusia
sebagai sumber hukum tertinggi atau sebagai sumber dari segala sumber hukum.
3. Adanya kegiatan-kegiatan penjaminan kebebasan dari sesembahan bagi
para penganutnya untuk memuaskan hawa nafsunya masing - masing.
4. Ada balasan berupa materi, kedudukan tinggi dsb bagi yang dinilai
berjasa besar mendudukan para sesembahan di posisinya sekarang dan balasan
berupa ancaman, siksaan dan pembunuhan bagi yang menentang kekuasaan mereka.
Semua Nabi hanya membawa Islam saja. Lalu bagaimana dengan Yahudi atau
Nasrani, bukankah agama tersebut dibawa oleh anak cucu Nabi Ibrahim a.s.
yakni Nabi Musa a.s dan Nabi Isa a.s.? Anggapan tersebut adalah anggapan
salah dan batil!
Perhatikan firman Allah yang artinya : “ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi
dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakqub dan *anak
cucunya*, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani? Katakanlah: "Apakah
kamu yang lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih lalim
daripada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?"… (QS.
Al-Baqarah : 140)
Maka din selain Islam adalah din buatan manusia, termasuk Nasrani, Yahudi
dan juga Demokrasi.
Dalam hadits Ibnu ‘Abbas yang diriwayatkan Al Hakim dengan sanad yang
shahih: “Orang-orang Quraisy datang kepada Rasul: *“Hai Muhammad, kambing
mati siapa yang membunuhnya?”*, beliau berkata: *“Allah yang mematikannya”*,
lalu mereka berkata: *“Kambing yang kalian sembelih kalian katakan halal,
sedangkan kambing yang disembelih Allah dengan Tangan-Nya yang mulia dengan
pisau dari emas (maksudnya bangkai) kalian katakan haram ! berarti
sembelihan kalian lebih baik daripada sembelihan Allah”*.
Dan perhatikan firman Allah SWT yang artinya :
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah
ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu
kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar
mereka membantah kamu; dan *jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu
tentulah menjadi orang-orang yang musyrik**”*. *(QS. Al An’am : 121)*
Dan ucapan ini adalah bisikan atau wahyu syaitan kepada mereka dan
ketahuilah: “Jika kalian mentaati mereka (ikut setuju dengan hukum dan
aturan mereka yang bertentangan dengan hukum dan aturan Allah) maka kalian
ini orang-orang musyrik”. Dalam hal ini ketika orang mengikuti hukum yang
bertentangan dengan aturan hukum Allah disebut musyrik, padahal hanya dalam
satu hal saja, yaitu penghalalan bangkai. Sedangkan orang yang membuat
hukumnya disebut syaitan, dan hukum tersebut pada dasarnya adalah wahyu
syaitan atau bisikan syaitan, kemudian digulirkan oleh wali-wali syaitan
dari kalangan manusia, dan orang yang mengikuti hukum-hukum tersebut disebut
sebagai orang musyrik…!
Berlepas diri dari kemusyrikan, dari orang - orang musyrik berikut tata cara
kehidupannya dalilnya adalah firman Allah yang artinya…
“…telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat
selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” *(QS. Al Mumtahanah :
4)*
Wallahu a’lam